PRAKTIK SOSIO-KULTURAL SEBAGAI BENTUK KEWARGAAN MASYARAKAT TAHUN 1950AN: MELIHAT KEMBALI HISTORIOGRAFI KEBANGSAAN DALAM BINGKAI NON-NEGARA

DOI:

https://doi.org/10.52829/pw.14

Keywords:

kewargaan sosial, aktivitas budaya, 1950an, sejarah sehari-hari, Jawa

Abstract

Artikel ini mengkaji gagasan kewargaan sosial (social citizenship) dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada tahun 1950an. Sejauh mana proses menjadi Indonesia dalam dimensi sehari-hari tahun 1950an sebuah proses merakyat yang tidak elitis? Kajian dalam artikel ini memanfaatkan pemberitaan surat kabar sebagai sumber data. Dengan fokus-telaah pada agensi non-negara, artikel mengulas dimensi dan pola kewargaan yang dipraktikkan masyarakat melalui perkumpulan sosial, aktivitas kolektif masyarakat dan kegiatan-kegiatan budaya. Keterlibatan warga dalam berbagai saluran aktivitas menunjukkan tiga dimensi penting kewargaan sosial mereka. Pertama, wacana kewargaan yang cair dan terus mengalami negosiasi melalui perdebatan. Kedua, bentuk kewargaan sosial yang kebanyakan tersalurkan melalui aktivitas budaya sebagai objek material. Ketiga, ekspresi kewargaan sosial dalam aneka rupa perayaan terbuka sebagai cara komunitas-komunitas  warga “menuntut” pengakuan publik atas keberadaan mereka. Ketiga dimensi menegaskan bahwa pembentukan kewargaan adalah proses sehari-hari masyarakat yang inklusif dan tidak selalu merupakan urusan negara.____________________________________________________________This article examines the practices of social citizenship in the daily life of the Indonesian people during the 1950s. In particular this article aims at answering the question: In how far was the process of being an Indonesian during the 1950s a people-based process not part of the state building project of the government? By using newspapers published in the 1950s as the sources of data, this article analyzes the dimensions of social citizenship that people perfomed through social organizations and communal and cultural activities. This article argues that the people’s participation in the many different channels of social and cultural activities during the 1950s showed three dimensions of social citizenship. First, it showedthat the people’s discourse of citizenship was ‘fluid’ and continuously adjusting to conform on-going negotiation and contestation. Second, communal and cultural activities were tangible forms of social citizenship through which people expressed their feeling as members of the Indonesian society. Third, carnivals and performances were a strategic medium for the people to acquire public recognition of their social existence.All the three dimensions suggested that the making of social citizenship during the 1950s was an inclusive process. They wereembedded in the daily life of the people and were relatively distant from the state’s project of nation building.

References

Agus Suwignyo & Rhoma Dwi Aria Yuliantri. ‘Praktik Kewargaan Sehari-hari sebagai Praktik Ketahanan Sosial Masyarakat Tahun 1950an: Sebuah Tinjauan Sejarah’, proses terbit pada Jurnal Ketahanan Nasional

Bertrand, Jacques dan Andre Laliberte (eds), 2010. Multination States in Asia: Accommodation or Resistance. Cambridge: Cambridge University Press.

Datta Wardhana. 1952. ‘Tentang Pemikiran: Gerakan Anti Dansa Mendapat Sokongan”. Suara Masyarakat 31 Juli.

Day, Tony. 2010. Cultures at war: The Cold War and cultural expression in Southeast Asia. New York: Southeast Asia Program Publications, Southeast Asia Program Cornell University.

I Wayan Badrika. 2006. Sejarah untuk SMA Jilid 3 Kelas XII Program Ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lindsay, Jeniffer dan Maya Liem (ed). 2012a. Ahli waris budaya dunia: Menjadi Indonesia 1950-1965. Jakarta dan Denpasar: KITLV-Jakarta dan Pustaka Larasan.

Lindsay, Jennifer. 2012b. ‘Heirs to World Culture 1950-1965: An Introduction’, dalam Menjadi Indonesia 1950-1965. Jakarta dan Denpasar: KITLV-Jakarta dan Pustaka Larasan.

Marshall, T.H. 1950. Citizenship and Social Class. Cambridge: Cambridge University Press.

Muchammad M.S. 1952. ‘Tentang Pemikiran Gerakan Anti Dansa’, Suara Masyarakat, 7 Agustus.

Nordholt, Henk Schulte. 2011a. ‘Indonesia in the 1950s: Nation, Modernity and the Post-colonial State’, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 167 (4): 386—404.

Nordholt, Henk Schulte. 2011b. ’Modernity and cultural citizenship in the Netherlands Indies: An illustrated hypothesis’, Journal of Southeast Asian Studies 42 (3): 435—457.

Nordholt, Henk Schulte., Bambang Purwanto dan Ratna Saptari. 2008a. Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, KITLV-Jakarta & Pustaka Larasan.

Nordholt, Henk Schulte., Bambang Purwanto dan Ratna Saptari, 2008b. ‘Memikir Ulang Historiografi Indonesia’, dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, KITLV-Jakarta & Pustaka Larasan.

Reid, Anthony. 2010. ‘Revolutionary state formation and the Unitary Republic of Indonesia“, dalam Multination states in Asia: Accommodation and resistance, ed. Jacques Bertrand and Andre Laliberte. Cambridge: Cambridge University Press.

Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi.

Soon Chuan Yean. 2012. ‘Hidden transcript from below in rural politics of the Philippines: Interpreting the Janus-facedness of patron-client ties and tulong (help)’, Southeast Asian Studies 1 (2): 273—299.

Sutan Takdir Alisjabana. 1954. ‘Menudju Masjarakat dan Kebudjaan Baru’, Polemik Kebudjaan, cetakan ketiga, Djakarta: Perpustakaan Perguruan Kementrian P.P dan K.

Vickers, Adrian. 2008. ‘Mengapa Tahun 1950an Penting bagi Kajian Indonesia’, dalam Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, ed. Henk Schulte Nordholt, Bambang Purwanto dan Ratna Saptari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, KITLV-Jakarta & Pustaka Larasan.

Surat Kabar Sejaman

Harian Rakjat , 29 Maret 1964.

Kedaulatan Rakyat, 7 Februari 1955

Kedaulatan Rakyat 12 Mei 1955, ‘Perlombaan Seni Baca Al Quran’

Kedaulatan Rakyat, 8 Januari 1955, ‘Peringatan 100 tahun wafatnya P. Diponegoro, dimulai’

Kedaulatan Rakyat 4 Januari 1955, ‘100 Tahun Wafatnya Pangeran Diponegoro akan Diperingati’

Kedaulatan Rakyat, 9 Februari 1955, ‘Perayaan Cap Go Meh’

Kedaulatan Rakyat 12 Mei 1955, ‘Pista Rakyat Jatinom’

Kedaulatan Rakyat 6 Mei 1955

Pemandangan, 8 Nov 1956, ‘Pertundjukan Seni Balet Untuk Amal’

Pemandangan, “Sandiwara Mitra Sunda akan Main di Bandung “12 Februari 1957.

Pemandangan, 3 Oktober 1956, ‘Tontonan’

Sin Po, 8 Juni 1955 hlm. 11, ‘Pergelaran Karawitan dan Pedalangan oleh Orang2 Buta’

Sin P, 16 Agustus 1952, ‘Pemuda Madiopuro Giat’

Suara Masjarakat, 26 Agustus 1952, ‘Sekitar Pemberantasan Buta Huruf di Kota Surabaya’

Suara Masjarakat, 27 Agustus 1952

Suara Masjarakat, 27 Agustus 1952

Suara Masjarakat, 9 Sept 1952, ‘Pertundjukan Jang Nood Duur’

Suara Masjarakat, 15 Desember 1956, ‘Pertujukkan Film Kanak2’

Suara Masyarakat, 23 Juli 1952. ‘Perdebatan Mengenai Pemberantasan Pengaruh Dansa: Menghendaki bar2 dan ruangan dansa ditutup’

Suara Masyarakat, 12 Agustus 1952, ‘Panggung Umum: Pemuda Democrat Indonesia tentang Dansa’

Suara Masyarakat, 15 Juli 1952, ‘Gerakan Anti Dansa Mendapat Sokongan’

Suara Masyarakat, 16 Sept 1952, ‘Dansa Didaerah Besuki Mendapat Palang Pintu’

Suara Masyarakat, 19 Februari 1957. ‘Anggota DPR minta larang dansa Rock and Roll: menghebohkan Masjarakat Bandung’.

Suara Masyarakat, 7 Agustus 1952

Suara Masyarakat, 26 Agustus 1952

Suara Masyarakat, 16 Agustus 1952. Herogenitas ke dalam!

Published

05-01-2019

Issue

Section

Articles

Citation Check